Seperti biasa mentari muncul dari balik bukit. Kembali kuhirup udara
Cikarang yang masih terasa asing bagiku. Tubuh malas ini juga enggan
beranjak menyambut pagi. "aaahhhh" kenapa aku harus hidup lagi pagi ini?
kataku dalam hati. Bukankah berjajar ratusan pabrik disini, masih
memandang congkak padaku?.Oh,entah apa yang akan terjadi di pabrik usang
itu nanti?gerutuku dalam hati. Suara bising mesin, mata-mata sayu,
wajah-wajah lusuh, pasti sudah menungguku disana. Bau keringat budak
para penguasa berduit yang begitu menyengat, isak tangis para buruh yang
begitu menyayat, tak jua mampu membangunkan kehibaan mereka.
Jerit bel pabrik memekik, mengagetkan budak malang sepertiku. Sontak
kami bergegas mengangkat bertumpuk-tumpuk beban yang sebenarnya terlalu
berat untuk diangkatraga-raga ini.Ya,,tak apalah! demi segenggam nasi
yang kadang masih harus kubagi untuk si kucing malang disekitar pabrik
pencetak manusia jalang.
30 menit berlalu,bel
pabrik kembali manjerit, seakan terenyuh mendengar budak-budak yang
terus mengeluh, lalu! keringat, peluh, dan keluh kesah kembali tumpah.
lagi! ku bergelut dalam medan penindasan oleh keangkuhan yang tak bisa
ku lawan. gaduh suara mesin beradu hiruk pikuk budak berlarian kesana
kemari, adalah melodi rutin pengiring orkes kehidupan yang timpang.
Matahari kian bosan memandang drama kepedihan yang tak kunjung tamat di
pabrik ini, dan aku yakin masih ada ribuan drama serupa di kawasan ini.
kembali! matahari berpaling dari sore ini! bersama angin sore, ku bawa
letih dan perih pulang, ku tumpuk lalu ku buang.
Ku harap dingin sore ini, mau memeluk ku saat raga ini terbujur dalam
keletihan yang membeku, hingga nanti suara adzan maghrib memanggil ku.
ku guyur tubuh ku dari keluh juga gerutu, sebelum aku bertemu dengan
Tuhan ku. tak ingin mengadu tentang takdir hidup ku. semoga ku mampu
membawa sejumput do'a ku padaMu, dan mengangkut semua dosa ku padaMu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar