Minggu, 04 Maret 2012

Cikarang story

         Seperti biasa mentari muncul dari balik bukit. Kembali kuhirup udara Cikarang yang masih terasa asing bagiku. Tubuh malas ini juga enggan beranjak menyambut pagi. "aaahhhh" kenapa aku harus hidup lagi pagi ini? kataku dalam hati. Bukankah berjajar ratusan pabrik disini, masih memandang congkak padaku?.Oh,entah apa yang akan terjadi di pabrik usang itu nanti?gerutuku dalam hati. Suara bising mesin, mata-mata sayu, wajah-wajah lusuh, pasti sudah menungguku disana. Bau keringat budak para penguasa berduit yang begitu menyengat, isak tangis para buruh yang begitu menyayat, tak jua mampu membangunkan kehibaan mereka.

       Jerit bel pabrik memekik, mengagetkan budak malang sepertiku. Sontak kami bergegas mengangkat bertumpuk-tumpuk beban yang sebenarnya terlalu berat untuk diangkatraga-raga ini.Ya,,tak apalah! demi segenggam nasi yang kadang masih harus kubagi untuk si kucing malang disekitar pabrik pencetak manusia jalang.

       30 menit berlalu,bel pabrik kembali manjerit, seakan terenyuh mendengar budak-budak yang terus mengeluh, lalu! keringat, peluh, dan keluh kesah kembali tumpah. lagi! ku bergelut dalam medan penindasan oleh keangkuhan yang tak bisa ku lawan. gaduh suara mesin beradu hiruk pikuk budak berlarian kesana kemari, adalah melodi rutin pengiring orkes kehidupan yang timpang.

        Matahari kian bosan memandang drama kepedihan yang tak kunjung tamat di pabrik ini, dan aku yakin masih ada ribuan drama serupa di kawasan ini. kembali! matahari berpaling dari sore ini! bersama angin sore, ku bawa letih dan perih pulang, ku tumpuk lalu ku buang.

        Ku harap dingin sore ini, mau memeluk ku saat raga ini terbujur dalam keletihan yang membeku, hingga nanti suara adzan maghrib memanggil ku. ku guyur tubuh ku dari keluh juga gerutu, sebelum aku bertemu dengan Tuhan ku. tak ingin mengadu tentang takdir hidup ku. semoga ku mampu membawa sejumput do'a ku padaMu, dan mengangkut semua dosa ku padaMu.

pergilah, tersenyumlah,

Jam 2.30 dini hari tadi, aku terjaga dari dekapan mimpi, kuambil kertas dan pena, lalu kugoreskan isi hatiku disana, Betapa orang bodoh sepertiku baru tersadar ternyata aku tak cukup pintar mengerti akan cinta. Kini kuterus mentertawakan diri sendiri atas kebodohan ini. Mungkin selama ini aku merasa setampan Arjuna, yang bisa membuat orang mencintaiku dengan tulus, dan akan terus mencintaiku walau selalu kusakiti.
Ini bukan tentang ketidak-setiaan, bukan pula tentang penghianatan. Tapi ini tentang aku yang terlalu percaya diri akan cinta. Ada yang bilang jika masih ada cinta, kau akan melakukan apa saja untuk mempertahankannya. Tak peduli seberapa perih rasanya, tak peduli seberapa berat menahannya kau akan tetap bertahan demi cinta. Itu dulu pada saat zamannya Romeo dan Juliet, ingat mas, ini tahun 2012, dimana cinta kadang sudah tak bisa lagi dipercaya.
Sore itu aku ingin sejenak menikmati saat-saat berdua saja denganmu, untuk yang terakhir kalinya. Hanya ada aku dan kamu. Di ujung senja, dipinggir kali itu, kita duduk berdua, aku merasa saat itu dunia milik berdua untuk berapa saat. Hening, sunyi, sepi, dingin, tak ada suara, tak ada satu kata pun yang berbisik. Indah sekali.
Aku berharap masih bisa melihat senyummu sebelum kau pergi, tanpa tangis, tanpa benci tanpa amarah. Hatiku terlalu lemah untuk terus membencimu sepanjang hidupku, jiwaku terlalu tua untuk menggengam bara dendam.
Perpisahan yang indah hanya ada pada sebuah lagu, yang ada perpisahan itu hanya meninggalkan duka dan lara. Tapi buat apa aku menyesali, menangisinya? Bukankah itu semua sudah tertulis dan tergaris? Setiap pertemuan pasti ada perpisahan, ini hanya soal waktu, berapa lama waktu kamu menemukan cinta, hingga sampai tiba saat berpisah jua,dan setelah itu, berapa lama waktu akan dapat menghapus kepedihan yang ditinggalkannya. Jadi seberapa besarkah hati ini sabar menjalani dan menanti saat itu tiba.
Kini ku terus belajar untuk dapat menerima kekalahan, untuk iklas menerima kekecewaan ini. Bukankah aku sudah cukup dewasa untuk melakukannya?
Aku terlalu sombong dan merasa sudah hebat. Tapi lihat lah! Untuk melewati saat-saat seperti ini saja aku sudah tertatih-tatih tak berdaya. Jangankan untuk mencium atau memelukmu saat itu? Untuk memberimu sebuah senyuman akhirpun aku tak mampu.
Sungguh jika aku cukup kuat, aku ingin tersenyum dan membuatmu tersenyum juga, agar bila suatu saat nanti ketika aku mengingatmu, atau mungkin kau mengingatku, yang terkenang hanya senyuman indah kita. Canda tawa bukan amarah atau kebencian. Aku ingin memelukmu, saat itu ingin kutumpahkan semua cintaku padamu. Ingin kuminta dan ku kembalikan lagi hati kita yang dulu pernah kita bagi. Aku terlalu angkuh untuk sekedar mengatakan aku sayang kamu.
Tuhan, tegarkan aku, kuatkan aku, untuk menjalani hariku sendiri tanpa dirinya lagi. Tuhan ajari aku tersenyum apabila suatu saat nanti aku melihat dia telah menemukan cinta lagi. Tuhan,berikan aku kekuatan untuk bisa ikut merasakan kebahagiaan bila suatu saat nanti dia sudah bahagia dengan cinta barunya. Tuhan, ajari aku iklas dan rela melepaskan dia.

Kita telah memilih berpisah,
Tanpa amarah, tanpa rasa benci
Tak ada yang perlu disesali
Tak usah lagi ditangisi,
Karna semua telah terjadi
Hatiku-hatimu terlalu rapuh
Untuk tetap bertahan disini,
Kini kurelakan kau pergi
Biarkan aku sendiri
Tuk kucoba memaafkan diri ini
Yang terlalu lemah menjaga hati
Pergilah,,,
Tersenyumlah,,,,,

"Drowning"

"Drowning"

A Poem by Kameron Armitage


Wading into the water,
I feel my body cooling,
my hot skin is steaming,
and my sins are diluting.

Each breath I take,
brings me sharp pain,
I am half way there.
Am I going insane?

My body has gone numb,
struck by complete amazement,
of my body's capabilities,
to push through; to make it.

The other side is in sight,
my destination is closing in,
cant wait to feel the land,
so soft against my skin.

Just as my hope,
reaches an all time high,
my arms go limp,
and my dreams completely die.

I was ever so close,
to the safe accepting shore,
now left with no choice,
I can swim nevermore.

My lungs collapse,
filled with hate and shame,
I guess not everyone wins,
this sick, twisted game.